Warga Desa Fatkauyon, Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara menolak pelaksanaan Festival Tanjung Waka (FTW) yang rencananya akan dihelat pada 22 November 2025, Senin (25/8/2025).

Penolakan disampaikan oleh Kelompok Sadar Wisata (KWS) Desa Fatkauyon. Bahkan, baliho-baliho tolak FTW pun sudah dipajang di sejumlah titik termasuk di Desa Fatcei, Kecamatan Sanana.

Sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Polres Kepulauan Sula melakukan koordinasi dengan Dinas Pariwisata setempat untuk memastikan situasi tetap aman dan kondusif.

“Kordinasi itu dilakukan sebagai langkah preventif untuk menjaga situasi Kamtibmas agar tetap aman dan kondusif di wilayah Kepulauan Sula,” kata Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Kodrat Muh Hartanto melalui Kasi Humas, Ipda Amir Usman, Selasa (26/8/2025).

Amir menegaskan, Polres Kepulauan Sula berkomitmen untuk tetap bersikap netral memdukun program pemerintah daerah sekaligus menjaga agar tidak terjadi potensi konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.

Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya menjembatani komunikasi antara pemerintah daerah, Dinas Pariwisata, dan masyarakat.

“Semoga adanya dialog terbuka sehingga sehingga setiap pihak jangan hanya bisa memahami tujuan dan manfaat dari kegiatan tersebut, tapi namun juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang menolak,” ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Sula, Ismail Hi. Idris Soamole menjelaskan, FTW merupakan agenda promosi wisata daerah yang bertujuan meningkatkan kunjungan wisatawan serta menggerakkan ekonomi lokal.

“Festival Tanjung Waka ini bukan hanya soal hiburan, tetapi juga upaya mengangkat potensi wisata alam dan budaya kita agar lebih dikenal luas. Dampaknya diharapkan bisa langsung dirasakan masyarakat melalui peningkatan ekonomi, UMKM, hingga sektor jasa,”

Maka demikian, pihaknya akan mengunjungi tempat festival untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat agar besama-sama mencari titik temu.

“Kami memahami adanya perbedaan pendapat. Karena itu, musyawarah dan komunikasi terbuka menjadi kunci agar kegiatan ini bisa berjalan dengan baik tanpa menimbulkan gesekan di tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya. (ham)