Koalisi masyarakat Save Sagea menyerukan penolakan terhadap rencana operasi tambang PT Gamping Mining Indonesia (GMI) di kawasan Karst Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah. Rencana penambangan itu melanggar sejumlah aturan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang perlindungan lingkungan.
Penolakan ini disampaikan menyusul sosialisasi operasi tambang PT GMI yang digelar Pemda Halmahera Tengah yang digelar di ruang rapat bupati pada, Selasa (11/8 2025). Pertemuan itu dipimpin Wakil Bupati Halmahera Tengah, Ahlan Jumadil yang dihadiri 25 instansi dan lembaga pemerintah.
Rencananya, PT Gamping Mining Indonesia (GMI)—perusahaan batu gamping akan menambang kawasan Karst Sagea seluas 2.539 hektare.
Sosialisasi ini terungkap melalui surat yang diterima bernomor 0007.4/0825 mengundang sebanyak 25 instansi dan lembaga pemerintah termasuk kelompok karang taruna ‘sehubungan dengan sosialisasi PT GMI’.
Juru bicara Save Sagea, Mardani Lagaelol menjelaskan, kegiatan sosialisasi oleh Pemda Halmahera Tengah itu mencerminkan roda kekuasaan yang dikendalikan oleh Bupati Halteng, Ikram Malan Sangadji ini tak lebih dari panjang tangan para korporat tambang.
“Atau sama dengan Pemerintah Halmahera Tengah hanyalah badut industri ,”kata Mardani.
Pasalnya, Kawasan Sagea termasuk wilayah karst yang membentang di balik kampung Sagea yang selama ini sudah menjadi penopang utama dalam tata sistem ekologis kampung yang juga berperan penting sebagai sumber penghidupan sekaligus sumber ekonomi warga.
Selain itu, lanjut dia, kawasan Karst Sagea juga berstatus area konservasi yang dilindungi oleh pemerintah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029 di Lampiran IV, halaman 264 sudah menetapkan bahwa Kawasan Goa Bokimaruru merupakan 1 dari 3 kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi.
Penegasan perlindungan serupa terhadap kawasan Karst Sagea juga tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Maluku Utara Nomor 3 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2024-2043 di pasal 58 ayat 3.
“Yang menyebutkan sekaligus menjelaskan bahwa kawasan Karst Sagea adalah karst yang berfungsi sebagai pengatur alami tata air, yaitu daerah imbuhan air tanah yang mampu meresapkan air permukaan ke dalam tanah sekaligus penyimpan air tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer,”papar Mardani.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, Julfikar Sangaji menambahkan, pada poin b juga menyebutkan bahwa Karst Sagea, memiliki keunikan dan nilai ilmiah sebagai objek penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta tersedia zonasi kawasan karst dalam mendukung pengelolaan kawasan karst.
Selain itu juga, kawasan Karst Sagea yang terancam ditambang ini, pun sebenarnya sudah dilindungi dan ditetapkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Pengembangan Kawasan Geopark Halmahera Tengah di kawasan Karst Sagea.
“Dan lebih dari itu, Kawasan Karst Sagea saat ini telah menjadi kawasan ekowisata gua dan air yang sedang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi warga,”ungkap Julfikar.
Karena itu, pihaknya memnegaskan, Pemerintah Halmahera Tengah dan PT GMI ini telah menabrak aturan yang berlaku, terhadap kawasan karst Sagea yang telah berstatus dilindungi.
“Cabut izin perusahaan tambang PT GMI. Bebaskan kawasan bentang alam Karst Sagea dari seluruh izin tambang batu gamping serta tambang nikel,”pungkasnya. (rie)
Tinggalkan Balasan