Burung Indonesia Wilayah Kepulauan Maluku bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) atau Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia simpul Maluku Utara menggelar pelatihan jurnalisme lingkungan.

Sebanyak 15 jurnalis pemuladari berbagai media berkumpul di Kantor Malut Post pada, Sabtu (8/11). Selama sehari, peserta mendapat pelatihan terkait isu lingkungan, keanekaragaman hayati, konservasi, perubahan iklim, termasuk deforestasi atau kerusakan hutan dan menyampaikan kepada masyarakat untuk menjadi perhatian.

Pelatihan ini diisi tiga pemateri Koordinator Burung Indonesia Wilayah Kepulauan Maluku, Benny Aladin Siregar, Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Prayoga, dan CEO Kabarpulau.co.id, Mahmud Ichi.

Andri Putra yang memulai materinya mengungkap potret kondisi hutan di Indonesia yang terus menyusut terutama di Malut yang diekploitasi untuk pertambangan secara besar-besaran.

Potret keadaan hutan Indonesia dikelolah di bawah Kementrian Kehutanan mengalami penyusutan yang serius. Dia menyebut ada narasi soal hutan Indonesia juga ditunggangi banyak pihak. FWI mencatat laju deforestasi mencapai 1,37 juta hekatre per tahun antara 2013-2017. Sementara data terakhir pada periode 2022-2023 terjadi deforestasi seluas 753,521 hektare.

“50 persen hutan alam terancam proyek Green Labe FoLU Net Sink 2030 dan ENDC, ada 6 juta hektare proyek rehabilitasi baru dan multiusaha,” papar

Sementara hutan Indonesia juga di banyak ditambang di sejumlah pulau-pulau termasuk pulau kecil di Indonesia. Anggi menyebut, sisa hutan Indonesia di luar konsesi tersisa 64.618.752,76 hektare, di dalam konsesi (perkebunan, pertambangan, kehutanan, tumpang tindih) tercatat 25.670.524,60 hektare, dan hutan alam dalam tumpang tindih ada 2,31 juta hektare.

Benny Aladin menjelaskan, kondisi hutan Indonesia yang berpengaruh pada masa depan keaneragaman hayati terutama rumah bagi spesies burung. Burung Indonesia mencatat ada 1.835 jumlah spesies burung di Indonesia.

“Ada 558 spesies dilindungi, 542 spesies endemik, 470 jumlah spesies sebaran terbatas,”papar Benny.

Lanjut Benny, Burung Indonesia dalam laporannya juga mencatat ada sejumlah spesies burung status konservasi mengalami peningkatan kategori terancam punah, diantaranya 30 jenis berstatus kritis, 52 genting, 82 rentan, 220 terancam punah, 1.437 resiko rendah, dan 6 lainnya kurang data.

“Di sisi lain, kita diperhadapkan dengan isu perburuan untuk diperdagangkan burung di Maluku Utara yang mengancam kepunahan oleh ulah manusia. Burung-burung di Malut yang paling banyak diburu dan terancam populasinya seperti Kakatua Putih (Cacatua alba) dimana pada 1992 pupolasinya 131.097 pada 2019 menyusut menjadi 45.889 individu atau menyusut 65 persen,”tandas Benny.

Sementara Mahmud Ici memberikan pemahaman soal teknik pengumpulan data lapangan melalui reportase dan data terbuka atau riset.

“Jurnalis pemula dia harus mempekuat reportase dengan mendalami isu yang diangkat terutama melalui riset-riset mandiri, itu sangat penting bagi jurnalis untuk mengungkap data yang valid,”jelas Mahmud.

Menurutnya, seorang jurnalis harus mempraktekan jurnalisme mendalam agar laporannya berdampak positif bagi manusia dan lingkungan hidup.

“Kita memiliki tanggung jawab agar laporan kita tidak sekadar berita biasa, tapi bisa berdampak dan menjadi mitigasi bagi masa depan manusia dan alam,”tandasnya. (rie)